Dalam minggu pra paskah kemarin
saya seringkali bertanya kepada diri sendiri tentang satu hal yaitu “seperti apakah
hatiku, Tuhan?”. Saya terus dibawa untuk mengingat perumpamaan tentang seorang penabur
yang terdapat dalam Matius 13 ayat 1 s.d 23. Perumpamaan tentang seorang penabur
bukanlah hal yang baru kita dengar, dari sekolah minggu sampai kotbah-kotbah mingguan,
hal ini seringkali dibahas. Entah sudah berapa banyak kotbah yang kita dengar, retreat yang kita ikuti, KKR yang
menggetarkan hati kita untuk menghidupi Firman Tuhan. Tapi sudahkan kita
memeriksa hati kita dan memastikan kalau hati kita adalah tanah yang baik?.
Untuk itu, ijinkanlah saya menuliskan apa yang telah saya renungkan dari perumpamaan
ini, banyak Firman yang mungkin sudah kita dengar, tapi seringkali kita
mengabaikannya. “Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengar! “
Baru-baru ini saya mendengar
kabar dari saudara dekat saya, bahwa dia akan menikah dengan orang yang berbeda
keyakinan dengannya, upacara pernikahan memang akan diadakan secara Kristen,
tapi setelah pernikahan masing-masing akan menjalankan ibadah sesuai
kepercayaannya. Berita ini sangat mengejutkan keluarga kami, karena menurut
kami, saudara saya ini memiliki kerohanian yang cukup baik, berusaha tidak
absen gereja, tidak jarang menulis status rohani dijejaring sosial, dan punya trade record yang baik dilingkungan dia
berada. Setelah diajak berdiskusi mengenai rencana pernikahannya tersebut,
saudara saya ini berasalan kalau dia sudah menjalin hubungan dengan pasangannya
cukup lama dan usia dia yang terbilang tidak lagi muda sebagai seorang wanita
lajang sehingga mendesak dia dan pasangannya untuk segera menikah.
Kejadian ini menegur sekaligus
membawa saya dalam perenungan tentang perumpamaan tentang seorang penabur. Dalam
perjalanan bersama Tuhan selama hampir 26 tahun masa hidup saya, sudah begitu
banyak Firman Tuhan yang saya dengar, dari mulai Firman Tuhan yang hampir
membuat saya tertidur dalam gereja sampai pada yang menggetarkan hati saya.
Perjalanan bersama Tuhan dimulai saat saya berusia 18 tahun yaitu ketika saya
menerima Tuhan Yesus sebagai Juruselamat dan Pemilik Hidup saya, dan sejak saat
itu sampai hari ini saya mengalami masa berada “dipinggir jalan”, masa
“berbatu-batu” , masa “semak duri” dan dalam proses masa “tanah baik”.
Masa “dipinggir jalan” adalah
masa dimana saya belum menerima Tuhan Yesus sebagai Pemilik Hidup saya, saya seorang
dengan “agama” Kristen yang mendengar Firman tapi tidak mengerti Firman. Saya
hidup tetapi “mati”, karena saya tidak memiiki Roh Kudus sebagai penolong untuk
memberi pengertian mengenai isi hati Tuhan. Saya kegereja, baca dan dengar
Firman, tapi setelah itu hidup saya tidak berubah, saya tetap dengan
kebiasaan-kebisaan lama saya, dosa-dosa pribadi saya dan melakukan hal-hal yang
tidak memuliakan nama Tuhan.
Memutuskan menerima Tuhan Yesus
ternyata bukanlah akhir, tapi sebuah perjalanan kesetiaan dan pembuktian seumur
hidup saya. Sampailah saya pada masa “berbatu-batu”, yaitu saat saya sangat
antusias dan “kelihatan fanatik” menerima Firman Tuhan, yang ternyata tidak
berakar dan tahan sebentar saja. Bukan penindasan atau penganiyaan dari orang
lain yang saya dapat, sehingga saya pernah “mencoba-coba pacaran beda iman”.
Saya tertindas dan teraniaya oleh keinginan daging saya, rohani saya tahu
kebenaran Firman, tapi daging saya terlalu lemah untuk taat pada Firman itu,
lemah oleh kebaikan dan ketampanan dari seorang pria yang beda iman dengan
saya. Puji Tuhan, masa ini sudah terlewati karena tangan Tuhan yang tidak
pernah menyerah mengerjakan “tanah” saya.
Dan sekali lagi saya mau
mengatakan bahwa memutuskan menerima Tuhan Yesus bukanlah akhir, tapi perjalanan
kesetiaan dan pembuktian seumur hidup, perjalanan mengikutNya memberikan banyak
sekali pengertian yang pelan tapi pasti mengubahkan hidup saya. Masa “semak
duri” adalah saat Firman yang saya dengar berakar dan tumbuh tapi ketika saya
mulai kuatir tidak diterima oleh lingkungan karena gaya hidup saya yang berbeda
sehingga tidak jarang menggiring saya mengikuti gaya hidup mereka, kuatir akan
masalah keuangan yang membuat saya pelit memberikan perpuluhan, kuatir akan jam
biologis dan “ke-singelan” saya
sehingga adakalanya saya terlalu mudah menerima seseorang menjadi “pacar” tanpa
mengenal dan mendoakan secara dalam. Masa ini
seringkali menimbulkan pertanyaan dalam hati saya mengenai penggenapan
janji-janji Tuhan, dan tidak jarang saya berprasangka buruk kepada Tuhan atas
hal-hal diluar perkiraan yang Tuhan
ijinkan terjadi dalam hidup saya.
Kembali lagi pada kisah saudara
saya yang ingin menikah dengan pria beda iman, saya sangat yakin kejadian ini
tidak hanya terjadi pada dia dan hampir terjadi juga pada saya. Saya dan dia
adalah orang-orang yang sudah entah berapa ratus kali mendengar bahkan
mengalami kebenaran Firman Tuhan, kami adalah orang-orang yang hatinya bergetar
dan meneteskan air mata saat Firman menegur dan meneguhkan hati kami, kami
adalah orang-orang yang mengangkat tangan kami ketika hamba Tuhan menantang
kami untuk berkomitmen setia hidup dalam Tuhan, dan kami adalah orang-orang
yang ketika keluar dari gereja atau pulang dari retreat siap untuk menghadapi dunia dengan komitmen baru kami,
menyatakan Tuhan dalam perkataan dan perbuatan kami. Tapi tidak lama bahkan
sesaat setelah semua Firman selesai didengar dan komitmen baru saja diucapkan,
kami kembali melihat sebuah realita yang harus hadapi; dosa-dosa pribadi,
kebiasaan-kebiasaan lama, menjadi kelompok minoritas, predikat single, tabungan yang menipis dan berbagai
hal yang bisa membuat kami diterima dunia tapi bertentangan dengan Firman
Tuhan. Semuanya berkecamuk dalam hati kami, mengharuskan kami untuk memilih
kepada siapa kami harus mengabdi, kepada Tuhan atau kepada dunia?.
Yupp...Kita semua adalah
orang-orang yang mendengar Firman Tuhan, gembira menerimanya, dan bertekad
menghidupinya, tapi nyatanya kita juga menjadi orang-orang yang seringkali
mengabaikannya bahkan mempertanyakan kebenaran FirmanNya secara sadar atau
tidak ketika fokus kita beralih bukan lagi kepada Tuhan tapi kepada kenyataan
hidup dihadapan kita. Maka dari itu, kita tidak perlu heran atau merasa bingung
kalau mendengar ada orang-orang yang begitu kelihatan “militan dan fanatik”
dalam Tuhan jatuh dalam dosa seks dan perselingkuhan, KKN, tiba-tiba pindah
keyakinan, bahkan masuk penjara karena melakukan tindak kriminalitas. Mereka
adalah orang-orang yang mendengarkan Firman Tuhan, tapi hati mereka belum menjadi tanah yang baik dan siap
untuk menerima Firman Tuhan, masih banyak batu yang harus disingkirkan dan
semak duri yang harus dicabut agar benih Firman Tuhan berakar kuat, tumbuh dan
berbuah berlipat-lipat. Untuk itu marilah kita merenung dan bertanya pada Tuhan
“seperti apakah hatiku, Tuhan?”.
Dan semua perenungan saya ini
membawa kepada satu akhir, yaitu sebuah doa yang penuh penyerahan pada Tuhan :
“Tuhan Yesus, kami menyerahkan hati kami kepadaMu, bentuklah hati kami menjadi
tanah yang baik, supaya setiap Firman yang Engkau taburkan tidak kembali dengan
sia-sia, FirmanMu berakar dalam dan kuat dihati kami, bertumbuh dalam pengenalan yang
benar akan FirmanMu, dan berbuah lebat pada musimnya, buah-buahnya dapat
dilihat bahkan berguna bagi orang-orang disekitar kami, dosa-dosa kami telah
diampuni, kami tidak mau lagi hidup dalam ketakutan dan kekuatiran akan hal
apapun juga, karena kami tahu bahwa satu-satunya yang kami butuhkan hanyalah
Engkau, Engkau Pemilik Segalanya, Maha Segalanya, siapakah dan apakah yang
dapat melawan kami?...Biarlah Roh KudusMu hidup dalam kami, memberikan kekuatan
dan damai sejahtera yang melampaui akal dan pikiran kami, sehingga hati kami
dapat dipastikan adalah tanah yang baik yang siap dengar dan menghidupi
FirmanMu, Dalam nama Yesus, Amin”
Kehidupan “benih” dimulai dari dalam tanah. Saat “benih” jatuh ke tanah
yang baik, maka benih akan tumbuh dan berbuah dengan baik, proses itu tidak
terlihat mata kita, tapi pohon dan buah-buahnya adalah bukti kasat mata kalau “benih”
itu HIDUP...
Pastikan hati kita adalah tanah yang baik !!
“Kamu akan MENDENGAR dan
MENDENGAR,
Namun TIDAK MENGERTI,
Kamu akan MELIHAT, dan MELIHAT
Namun TIDAK MENANGGAP,
Sebab hati bangsa ini telah
menebal, dan telinganya berat mendengar
Dan matanya melekat tertutup;
supaya jangan mereka melihat dengan matanya
Dan mendengar dengan telinganya
Dan mengerti dengan hatinya,
Lalu BERBALIK sehingga Aku
MENYEMBUHKAN mereka.
Tetapi BERBAHAGIALAH matamu karena melihat, dan telingamu karena
mendengar”
_Matius 13.14-16
Amen...
ReplyDelete