Monday, April 8, 2013

Dikantorku banyak CERMIN...

Pagi ini sangat istimewa, karena ada pemandangan baru dikantor saya. Sesampai dikantor, sebelum memasuki lift saya disambut oleh CERMIN besar yang kinclong bangetttt...hahaa...moment ini tidak saya lewatkan sedikitpun untuk memandangi diri saya yang sudah berjuang kurang lebih 3 jam menikmati kemacetan Jakarta,dan dengan bangganya saya menilai diri saya cukup oke pagi ini...hehe. Keterkejutan saya tidak berhenti sampai disitu, ternyata disisi kanan setiap lift terpasang CERMIN...

Entah apa motivasi pemimpin kami memasang setiap lantai dengan cermin, tapi saya bisa menangkap kalau beliau memberi hatinya untuk lembaga ini, hingga hal sekecil cermin pun menjadi salah satu "Alat Penyampai Pesan" kepada setiap jajarannya dari level tertinggi sampai terendah untuk membenahi setiap bagian dari diri kami.

CERMIN adalah permukaan memantul yang cukup licin untuk membentuk imej. Berarti fungsi CERMIN adalah MEMBENTUK IMEJ. So, pemimpin kami sedang mengajarkan kami untuk memiliki imej atau gambaran yang jelas dan utuh tentang diri kami. Lembaga kami tidak akan pernah bisa memiliki imej yang baik dimata masyarakat jika kami pribadi-pribadi yang didalamnya juga tidak memiliki imej/gambaran yang jelas dan utuh tentang diri kami sendiri. CERMIN mengingatkan kami untuk memeriksa diri...

Sudahkah kami ramah dan tersenyum menghadapi lingkungan dan masyarakat sekitar??
Sudahkah kami tampil rapi dan sopan selayaknya teladan bagi khalayak umum??,
dan Sudahkah kami memiliki hati yang ikhlas dan semangat untuk melayani dalam bekerja??

Mari BERCERMIN...
Kalau mulai lupa??
Ya BERCERMIN lagi donkss...

Sunday, April 7, 2013

Bernyanyi untuk Tuhan



Saya adalah jemaat dari salah satu aliran gereja Lutheran yang cukup sering mengunjungi gereja dengan aliran lainnya, dan satu hal yang paling saya perhatikan adalah cara jemaat bernyanyi. Saya tidak sedang membeda-bedakan aliran gereja satu dengan lainnya. Gereja dengan aliran Lutheran atau Calvinis memiliki lagu pujian dan penyembahan yang saya namakan dengan bahasa saya sebagai “lagu-lagu pengagungan Tuhan”, kata-kata dan notasi dalam lagu penuh penghormatan dan kekaguman kepada Tuhan, tapi jemaat cenderung bernyanyi ditempat tanpa ekspresi bahkan suara yang kesannya “malu-malu”. Sedangkan gereja dengan aliran kharismatik atau pentakosta memiliki lagu-lagu yang kata-katanya apa adanya dan jemaat bernyanyi dengan semua yang mereka miliki, mereka melompat, bertepuk tangan, bahkan tak jarang meneteskan air mata.

Saya tidak tertarik untuk membicarakan mengenai lagu dan notasi karena itu bukan bidang saya...hehe...tapi saya tertarik untuk membicarakan tentang sikap bernyanyi untuk Tuhan. Saya senang memperhatikan bagaimana jemaat bernyanyi digereja saya, setengah berbisik tanpa ekspresi, seringkali musik mengalahkan suara jemaat. Dan keadaan ini seringkali mempengaruhi saya untuk memperbesar volume suara saya, saya gregetan dengan cara jemaat bernyanyi...”hello....ini kita lagi nyanyi buat Tuhan loh...Tuhan yang kasih kita nafas dan yang bikin kita selamat sampe gereja ini...come on...gini cara lu smua nyanyi, lemes amat...”. Bagaimana bisa kita tidak berekspresi dengan sukacita penuh waktu kita mengatakan “KuBERBAHAGIA...yakin teguhhhh...Yesus abadi KEPUNYAANKU...” dan bagaimana hati kita tidak bergetar bahkan meneteskan air mata saat bernyanyi “Meski tak layak diriku, tetapi karena darahMu, dan kerena Kau memanggilku, kudatang Tuhan padaMu...”. Sikap bernyanyi untuk Tuhan haruslah penuh penghormatan dan kekaguman; lompatan, tepuk tangan bahkan air mata bukanlah perasaan, emosi sesaat, atau terbawa alunan musik, tapi ekspresi hormat dan kagum akan kebesaran dan anugrah keselamatan yang telah diberikan Tuhan untuk kita.

Sebagai penutup, saya membayangkan masa kecil saya sewaktu menyambut ayah saya pulang dari kantor, saya akan berlari keluar rumah menyambutnya sambil bergelayutan, menciumi ayah saya dan menari bersamanya, saya tidak akan memperhatikan baju saya yang kotor karena belum mandi, saya menjadi diri saya apa adanya, dan ayah saya sangat menyukai dan merindukan saat-saat itu, karena tidak mungkin saya yang berusia hampir 26 tahun ini bersikap seperti itu...hehee.... Sikap menyambut Tuhan yang seperti anak-anak itulah yang dirindukan Tuhan saat kita memuji dan menyembah Tuhan, menyambutNya dengan antusias, jujur dan rasa rindu yang tidak pernah ada habisnya. Saya membayangkan Tuhan tersenyum dan hatiNya amat sangat bersukacita atas apa yang kita lakukan untukNya sewaktu memuji dan menyembahNya.

Hatiku siap, ya Allah, aku mau menyanyi, aku mau bermazmur. Bangunlah, hai jiwaku,
Bangunlah, hai gambus dan kecapi, aku mau membangunkan fajar.
Aku mau bersyukur kepadaMu diantara bangsa-bangsa, ya Tuhan,
Dan aku mau bermazmur bagi-Mu diantara suku-suku bangsa;
Sebab kasih-Mu besar mengatasi langit,
Dan setia-Mu sampai ke awan-awan
_Mazmur Daud

Seperti apakah hatiku, Tuhan?



Dalam minggu pra paskah kemarin saya seringkali bertanya kepada diri sendiri tentang satu hal yaitu “seperti apakah hatiku, Tuhan?”. Saya terus dibawa untuk mengingat perumpamaan tentang seorang penabur yang terdapat dalam Matius 13 ayat 1 s.d 23. Perumpamaan tentang seorang penabur bukanlah hal yang baru kita dengar, dari sekolah minggu sampai kotbah-kotbah mingguan, hal ini seringkali dibahas. Entah sudah berapa banyak kotbah yang kita dengar, retreat yang kita ikuti, KKR yang menggetarkan hati kita untuk menghidupi Firman Tuhan. Tapi sudahkan kita memeriksa hati kita dan memastikan kalau hati kita adalah tanah yang baik?. Untuk itu, ijinkanlah saya menuliskan apa yang telah saya renungkan dari perumpamaan ini, banyak Firman yang mungkin sudah kita dengar, tapi seringkali kita mengabaikannya. “Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengar! “

Baru-baru ini saya mendengar kabar dari saudara dekat saya, bahwa dia akan menikah dengan orang yang berbeda keyakinan dengannya, upacara pernikahan memang akan diadakan secara Kristen, tapi setelah pernikahan masing-masing akan menjalankan ibadah sesuai kepercayaannya. Berita ini sangat mengejutkan keluarga kami, karena menurut kami, saudara saya ini memiliki kerohanian yang cukup baik, berusaha tidak absen gereja, tidak jarang menulis status rohani dijejaring sosial, dan punya trade record yang baik dilingkungan dia berada. Setelah diajak berdiskusi mengenai rencana pernikahannya tersebut, saudara saya ini berasalan kalau dia sudah menjalin hubungan dengan pasangannya cukup lama dan usia dia yang terbilang tidak lagi muda sebagai seorang wanita lajang sehingga mendesak dia dan pasangannya untuk segera menikah.

Kejadian ini menegur sekaligus membawa saya dalam perenungan tentang perumpamaan tentang seorang penabur. Dalam perjalanan bersama Tuhan selama hampir 26 tahun masa hidup saya, sudah begitu banyak Firman Tuhan yang saya dengar, dari mulai Firman Tuhan yang hampir membuat saya tertidur dalam gereja sampai pada yang menggetarkan hati saya. Perjalanan bersama Tuhan dimulai saat saya berusia 18 tahun yaitu ketika saya menerima Tuhan Yesus sebagai Juruselamat dan Pemilik Hidup saya, dan sejak saat itu sampai hari ini saya mengalami masa berada “dipinggir jalan”, masa “berbatu-batu” , masa “semak duri” dan dalam proses masa “tanah baik”.

Masa “dipinggir jalan” adalah masa dimana saya belum menerima Tuhan Yesus sebagai Pemilik Hidup saya, saya seorang dengan “agama” Kristen yang mendengar Firman tapi tidak mengerti Firman. Saya hidup tetapi “mati”, karena saya tidak memiiki Roh Kudus sebagai penolong untuk memberi pengertian mengenai isi hati Tuhan. Saya kegereja, baca dan dengar Firman, tapi setelah itu hidup saya tidak berubah, saya tetap dengan kebiasaan-kebisaan lama saya, dosa-dosa pribadi saya dan melakukan hal-hal yang tidak memuliakan nama Tuhan.

Memutuskan menerima Tuhan Yesus ternyata bukanlah akhir, tapi sebuah perjalanan kesetiaan dan pembuktian seumur hidup saya. Sampailah saya pada masa “berbatu-batu”, yaitu saat saya sangat antusias dan “kelihatan fanatik” menerima Firman Tuhan, yang ternyata tidak berakar dan tahan sebentar saja. Bukan penindasan atau penganiyaan dari orang lain yang saya dapat, sehingga saya pernah “mencoba-coba pacaran beda iman”. Saya tertindas dan teraniaya oleh keinginan daging saya, rohani saya tahu kebenaran Firman, tapi daging saya terlalu lemah untuk taat pada Firman itu, lemah oleh kebaikan dan ketampanan dari seorang pria yang beda iman dengan saya. Puji Tuhan, masa ini sudah terlewati karena tangan Tuhan yang tidak pernah menyerah mengerjakan “tanah” saya.

Dan sekali lagi saya mau mengatakan bahwa memutuskan menerima Tuhan Yesus bukanlah akhir, tapi perjalanan kesetiaan dan pembuktian seumur hidup, perjalanan mengikutNya memberikan banyak sekali pengertian yang pelan tapi pasti mengubahkan hidup saya. Masa “semak duri” adalah saat Firman yang saya dengar berakar dan tumbuh tapi ketika saya mulai kuatir tidak diterima oleh lingkungan karena gaya hidup saya yang berbeda sehingga tidak jarang menggiring saya mengikuti gaya hidup mereka, kuatir akan masalah keuangan yang membuat saya pelit memberikan perpuluhan, kuatir akan jam biologis dan “ke-singelan” saya sehingga adakalanya saya terlalu mudah menerima seseorang menjadi “pacar” tanpa mengenal dan mendoakan secara dalam. Masa ini  seringkali menimbulkan pertanyaan dalam hati saya mengenai penggenapan janji-janji Tuhan, dan tidak jarang saya berprasangka buruk kepada Tuhan atas hal-hal diluar perkiraan  yang Tuhan ijinkan terjadi dalam hidup saya.

Kembali lagi pada kisah saudara saya yang ingin menikah dengan pria beda iman, saya sangat yakin kejadian ini tidak hanya terjadi pada dia dan hampir terjadi juga pada saya. Saya dan dia adalah orang-orang yang sudah entah berapa ratus kali mendengar bahkan mengalami kebenaran Firman Tuhan, kami adalah orang-orang yang hatinya bergetar dan meneteskan air mata saat Firman menegur dan meneguhkan hati kami, kami adalah orang-orang yang mengangkat tangan kami ketika hamba Tuhan menantang kami untuk berkomitmen setia hidup dalam Tuhan, dan kami adalah orang-orang yang ketika keluar dari gereja atau pulang dari retreat siap untuk menghadapi dunia dengan komitmen baru kami, menyatakan Tuhan dalam perkataan dan perbuatan kami. Tapi tidak lama bahkan sesaat setelah semua Firman selesai didengar dan komitmen baru saja diucapkan, kami kembali melihat sebuah realita yang harus hadapi; dosa-dosa pribadi, kebiasaan-kebiasaan lama, menjadi kelompok minoritas, predikat single, tabungan yang menipis dan berbagai hal yang bisa membuat kami diterima dunia tapi bertentangan dengan Firman Tuhan. Semuanya berkecamuk dalam hati kami, mengharuskan kami untuk memilih kepada siapa kami harus mengabdi, kepada Tuhan atau kepada dunia?.

Yupp...Kita semua adalah orang-orang yang mendengar Firman Tuhan, gembira menerimanya, dan bertekad menghidupinya, tapi nyatanya kita juga menjadi orang-orang yang seringkali mengabaikannya bahkan mempertanyakan kebenaran FirmanNya secara sadar atau tidak ketika fokus kita beralih bukan lagi kepada Tuhan tapi kepada kenyataan hidup dihadapan kita. Maka dari itu, kita tidak perlu heran atau merasa bingung kalau mendengar ada orang-orang yang begitu kelihatan “militan dan fanatik” dalam Tuhan jatuh dalam dosa seks dan perselingkuhan, KKN, tiba-tiba pindah keyakinan, bahkan masuk penjara karena melakukan tindak kriminalitas. Mereka adalah orang-orang yang mendengarkan Firman Tuhan, tapi hati mereka belum menjadi tanah yang baik dan siap untuk menerima Firman Tuhan, masih banyak batu yang harus disingkirkan dan semak duri yang harus dicabut agar benih Firman Tuhan berakar kuat, tumbuh dan berbuah berlipat-lipat. Untuk itu marilah kita merenung dan bertanya pada Tuhan “seperti apakah hatiku, Tuhan?”.

Dan semua perenungan saya ini membawa kepada satu akhir, yaitu sebuah doa yang penuh penyerahan pada Tuhan : “Tuhan Yesus, kami menyerahkan hati kami kepadaMu, bentuklah hati kami menjadi tanah yang baik, supaya setiap Firman yang Engkau taburkan tidak kembali dengan sia-sia, FirmanMu berakar dalam dan kuat  dihati kami, bertumbuh dalam pengenalan yang benar akan FirmanMu, dan berbuah lebat pada musimnya, buah-buahnya dapat dilihat bahkan berguna bagi orang-orang disekitar kami, dosa-dosa kami telah diampuni, kami tidak mau lagi hidup dalam ketakutan dan kekuatiran akan hal apapun juga, karena kami tahu bahwa satu-satunya yang kami butuhkan hanyalah Engkau, Engkau Pemilik Segalanya, Maha Segalanya, siapakah dan apakah yang dapat melawan kami?...Biarlah Roh KudusMu hidup dalam kami, memberikan kekuatan dan damai sejahtera yang melampaui akal dan pikiran kami, sehingga hati kami dapat dipastikan adalah tanah yang baik yang siap dengar dan menghidupi FirmanMu, Dalam nama Yesus, Amin”

Kehidupan “benih” dimulai dari dalam tanah. Saat “benih” jatuh ke tanah yang baik, maka benih akan tumbuh dan berbuah dengan baik, proses itu tidak terlihat mata kita, tapi pohon dan buah-buahnya adalah bukti kasat mata kalau “benih” itu HIDUP...
Pastikan hati kita adalah tanah yang baik !!


“Kamu akan MENDENGAR dan MENDENGAR,
Namun TIDAK MENGERTI,
Kamu akan MELIHAT, dan MELIHAT
Namun TIDAK MENANGGAP,
Sebab hati bangsa ini telah menebal, dan telinganya berat mendengar
Dan matanya melekat tertutup; supaya jangan mereka melihat dengan matanya
Dan mendengar dengan telinganya
Dan mengerti dengan hatinya,
Lalu BERBALIK sehingga Aku MENYEMBUHKAN mereka.
Tetapi BERBAHAGIALAH matamu karena melihat, dan telingamu karena mendengar”
_Matius 13.14-16

Wednesday, April 3, 2013

Aku seorang yang berlutut

Jarak hidupku begitu pendek
hanya diantara celah sempit lututku yang berlutut dan lantai yang dingin
dengan tidak membawa apapun
hanya hati hancur yang mau diajar

Jarak antara aku dan Tuanku begitu pendek
hanya diantara celah sempit lututku yang berlutut dan lantai yang dingin
agar aku tidak menjadi congkak atau rendah diri
memandang Tuanku tanpa menengadah ataupun menunduk..kami berpandangan mata

Jarak antara aku dan masalahku begitu pendek
hanya diantara celah sempit lututku yang berlutut dan lantai yang dingin
aku tidak sanggup berdiri melawan musuh-musuhku
hanya menutup mata dan berlutut tanda penyerahan kepada Tuanku Yang Maha Kuasa

Aku seorang yang berlutut
yang tidak bisa hidup kalau berjalan
tapi selalu tercukupi jika aku berlutut
kemanapun Tuan membawaku
aku harus selalu berlutut
tanda aku hamba setia dan penuh hormat
tanda aku percaya kalau hidupku aman bersamaNya
sakit dan iri saat harus melihat banyak orang berlari dengan kakinya
dan aku...harus berlutut menempuh perjalanan hidup
saat ada yang mencibir caraku "berjalan"
aku hanya bisa memandang Tuanku, Sang Pemilik Hidupku
Tuanku tidak mau aku berdiri dan lari dariNya
Dia tetap menginginkan aku berlutut
agar aku tetap bersamaNya
Dia tidak ingin ketika aku berlari, aku akan menjauh dariNya
dan ditengah jalan menjadi lelah, kehausan dan mati

Aku seorang yang berlutut