Sunday, February 24, 2013

Married to be...


Setiap orang pasti punya kerinduan untuk menikah dan membina keluarga, begitu juga saya. Seminar single enrichment kemarin yang saya ikuti membuka pikiran saya tentang “marriage”. Bahwa pernikahan bukanlah sebuah fairytale yang ketika janji pernikahan dibuat everything happily ever after. Sukacita pernikahan harus diusahakan  dan harus diciptakan oleh kedua orang yang menyatakan janji pernikahan, kalau tidak ada usaha dan kerinduan dari keduanya, maka pernikahan tak ubahnya neraka.

Saya akan menikah dengan orang yang mencintai saya dan saya cintai, tidak ada yang boleh memaksa saya menikah, entah itu keadaan saya, usia saya, bahkan orang-orang disekitar saya, kenapa saya begitu keras nya dengan hal ini, karena saya yang akan menjalani pernikahan itu, saya akan hidup dengan orang pilihan saya sepanjang hidup kami berdua. Dihari depan saya tidak mau menyalahkan orang-orang yang memaksa saya menikah (misalnya keluarga saya), saya tidak mau menyesali pilihan hidup saya. Cinta kasih sangat dibutuhkan untuk membangun pernikahan, karena cinta kasihlah yang mengikat dan mempersatukan. Ada banyak contoh pasangan yang berselingkuh bukan dengan orang yang baru dikenalnya, tapi sebagian besar berselingkuh dengan mantan pacar yang dulu tidak disetujui orang tuanya atau berbagai macam alasan yang membuat mereka tidak bisa mencapai jenjang pernikahan. Saran saya, jika belum bisa melupakan mantan pacar dan menetralkan perasaan kita, jangan terburu-buru memutuskan untuk menerima orang baru dalam hidup kita, apalagi terburu-buru memutuskan menikah, jangan sakiti orang-orang yang tidak memahami pergumulan kita tentang masa lalu, mereka saudara dan saudari kita dalam Tuhan, tidak baik memperlakukan mereka dengan cara menjadikan mereka pelarian. Jadi berdoa dan bersabarlah, akan tiba waktunya kita siap untuk menerima orang baru dan Tuhan akan membawa yang terbaik buat kita.

Saya akan menikah dengan orang yang dewasa secara rohani dan jasmani. Ada pepatah yang mengatakan “kedewasaan tidak bisa dilihat dari usia”, saya tidak terlalu setuju dengan pepatah tersebut. Karena tingkat kematangan dan pengalaman seseorang sangat ditentukan dari usia hidupnya. Pengalaman seorang yang berusia belasan tahun dan diatas dua puluh tahunan akan sangat berbeda, cara mereka menghadapi masalah  dan mencari solusi pun akan sangat berbeda. Pada umumnya, orang-orang yang menikah diusia belasan tahun khususnya para gadis punya impian pernikahan “candle night dinner”, kebanyakan berpikir ketika mereka menikah, mereka bisa nonton, jalan-jalan dan dinner  setiap malam dengan pasangannya, pada kenyataan tidak bisa terus-menerus seperti itu, kita seringkali lupa kalau ada rumah yang harus disapu setiap hari, ada piring yang harus dicuci, ada suami yang harus dipenuhi kebutuhannya, hamil selama kurang lebih 10 bulan lamanya, melahirkan, menyusui, mengurus anak, dan kemungkinan sulit untuk punya “me time”. Untuk itu, diperlukan kematangan pikiran dan kesiapan mental dari kedua belah pihak yang memutuskan untuk menikah. Keduanya harus tau benar kalau pernikahan akan mendisplinkan mereka. Dulu semasa lajang kita tidak perlu meminta ijin pasangan, tapi setelah menikah kita harus mulai membatasi diri dan mengorganisir waktu kita agar bisa menyeimbangkan perhatian untuk pekerjaan dan keluarga. Para wanita pun harus menyadari fungsinya sebagai istri, buang jauh-jauh impian “candle night dinner”, menjadi seorang istri adalah panggilan  seharga nyawa untuk melayani  keluarga dan menjadi penolong yang sepadan bagi suami, belajarlah untuk memiliki kerendahan hati dari sekarang, agar bisa menundukkan diri pada suami dan persiapkan diri untuk menjadi pelayan bagi keluarga kita kelak.

Saya akan menikah dengan orang punya visi yang sama dan tidak mudah menyerah. Menyatukan dua orang yang berbeda bukanlah hal yang mudah, beda usia, beda suku, beda latar belakang pendidikan, beda latar belakang keluarga dan beda banyak hal lainnya akan sangat membentuk pola pikir dan kepribadian kita terutama dalam merespon masalah yang mungkin terjadi dalam kehidupan pernikahan. Setahun dua tahun usia pernikahan belum dikaruniai anak mungkin tidak menjadi masalah, tapi bertahun-tahun tidak juga dikaruniai anak bisa jadi masalah besar, belum lagi kalau ada tuntutan dari keluarga besar agar memiliki keturunan dengan jenis kelamin tertentu. Ditambah lagi banyak godaan yang menghampiri ketika fisik pasangan tidak lagi segagah dan secantik dulu bahkan terkena penyakit yang membuat pasangan tidak bisa menjalankan perannya sebagai suami/istri dan ayah/ibu. Saya membutuhkan pasangan yang punya visi sama dengan saya, yaitu membentuk keluarga yang takut akan Tuhan, disaat kami menghadapi masalah apapun, pasangan saya bisa menggandeng tangan saya dan berkata “Sayang, Ayo kita berdoa dan hadapi masalah ini bersama-sama”. Dia bukan orang yang menyerah dengan keadaan bahkan lari dari masalah, dia berkomitmen untuk tetap bersama saya seberat apapun kenyataan yang kami alami.

Saya akan menikah dengan orang yang mau belajar dan berubah. Tidak ada orang yang sempurna dikolong langit ini. Dari sekarang saya berusaha untuk merasa puas dan aman ketika saya bersama Tuhan, menggantungkan harapan saya hanya pada Tuhan, bukan kepada pasangan saya. Hal ini membantu saya untuk tidak terlalu banyak menuntut melainkan merenungkan apa yang sudah saya lakukan untuk pasangan saya. Seseorang yang mau belajar dan berubah adalah orang yang membutuhkan Tuhan, memiliki jiwa yang terbuka untuk menerima teguran dan kritikan, mau mengampuni dan tentunya dewasa. Tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya hidup bersama orang yang tidak bisa “direnovasi” yang tidak mau berubah dan selalu merasa benar, pastinya akan banyak konflik “ga penting” terjadi dan jika terus-menerus terjadi bukan tidak mungkin terjadi perselingkuhan bahkan perceraian.

Pada akhirnya saya memutuskan untuk mempersiapkan diri saya masuk dalam tahap pernikahan, sampai hari ini saya pun belum menemukan pria yang Tuhan inginkan jadi pasangan hidup saya, dan saya bersedia menunggu untuk seseorang yang tepat dan berharga. Tidak ada sesuatu yang berharga didapat dengan mudah. Dan dalam masa menantikan yang terbaik dari Tuhan, saya mau belajar menjadikan diri saya terbaik dihadapan Tuhan.

Written by_AuRin
  
Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.
Roma 8.28